Hidup adalah tentang datang dan hilang. Dan kita sibuk mengurusi segala di antaranya Tetaplah terlihat ceria meski harus pura-pura. Terkadang, itu menguatkan.

Jumat, 19 Januari 2018

Tulisan Pribadi

Tulisan ini sengaja saya tulis khusus BUAT sekolah yang MUNGKIN saya "BANGGAKAN"

Tadi saya baca komentar dari beberapa guru di group pendidikan mengenai rambut siswa yang “gondrong” sehingga ada guru yang merasa perlu memotong rambut siswa secara paksa supaya bisa “rapi”. Dan diadakan “razia” di sekolah, seolah-olah rambut adalah perkara yang berbahaya seperti senjata tajam atau narkoba.

Saya ingin bertanya, kenapa ukuran rambut menjadi perkara yang perlu diperhatikan para guru, apalagi sampai semua murid dipaksakan nurut dengan pendapat guru tentang apa yang rapi dan apa yang gondrong? Apakah daya pikir anak itu akan meningkat jika rambutnya dipotong pendek??

Yang namanya “gondrong” apakah sudah diteliti secara ilmiah? Berapa senti rambutnya yang boleh dicap gondrong? Apa ada peraturan sekolah yang melarang rambut gondrong bagi siswa? Siapa yang membuat peraturan itu?
Dari mana sekolah dapat hak untuk menentukan hal itu secara sepihak, tanpa perlu peduli pada pendapat dari murid dan orang tua?

Dan saya mulai berfikir, kenapa berhenti pada urusan ukuran rambut saja? Kalau rambut perlu diperhatikan, sampai guru boleh memotong secara paksa, apa lagi yang perlu diperhatikan para guru supaya bisa ditindak juga?

Ketajaman pensil? Kurang tajam, maka guru yang akan tajamkan!
Kilatnya sepatu? Kurang kilat, maka guru akan cuci atau nyemir!
Besarnya tas sekolah? Kurang besar, maka guru akan belikan yang baru!
Panjangnya kuku? Kalau terlalu panjang, guru akan memotong dan merapikan?!
Ketinggian kaos kaki? Kurang tinggi (karena karetnya rusak), maka guru akan belikan yang baru!
Keputihan baju? Kalau baju kelihatan kurang putih, maka guru akan bawa pulang dan merendam dengan pemutih!
Bau mulut? Kalau mulutnya terlalu bau, maka guru yang akan menyikat giginya murid sampai nafasnya wangi!
Gizinya makan siang? Kalau murid makan yang dinilai kurang bergizi, maka guru akan menyediakan makanan yang lebih bergizi lagi!
Ketinggian badan? Kalau badannya kurang tinggi, maka guru akan bayar untuk les renang agar tulang punggung bisa lebih panjang!
Cepatnya jalan kaki? Kalau murid berjalan terlalu pelan, maka guru akan gendong sehingga mencapai kelas lebih cepat!

Mau teruskan dengan perkara2 apa lagi selain rambut?
Panjangnya rambut seorang murid TIDAK ADA HUBUNGAN dengan tugas guru mendidik anak di kelas. Apakah anda pernah melihat fotonya Albert Einstein? Kenapa bisa menjadi manusia yang sangat cerdas dengan rambut yang gondrong? Seharusnya ada yang potong rambutnya pendek sekali biar dia lebih mampu memahami matematika dan fisika, betul? Kok bisa dia menjadi pintar tanpa rambut pendek?

Kalau ada yang mau kutip alasan agama Islam, tolong menjelaskan kenapa Nabi Muhammad SAW boleh punya rambut panjang sampai ke bahu, yang dibelah di tengah. (Ada hadiths dengan penjelasan sosok Nabi seperti itu).

Dan dari mana guru dapat wewenang untuk menyentuh badan seorang murid secara paksa dan mengubah sesuatu pada badan anak tersebut?
Kalau rambut boleh dipotong secara paksa, apa kuku juga boleh dipotong secara paksa?
Kalau murid dinilai “kurang bersih” kulitnya, apa boleh dimandikan secara paksa?
Apa lagi yang bisa dilakukan secara paksa terhadap badan seorang murid oleh gurunya?
Kalau kulitnya terlalu “sawo matang”, apa guru boleh mengoleskan krim pemutih wajah di muka murid itu sehingga murid menjadi lebih rapi dengan muka putih dan bersih (seperti dalam iklan tivi)?

Saya tidak paham kenapa para guru boleh memiliki hak seperti itu, untuk mengubah keadaan fisik seorang murid, berdasarkan PERSEPSI guru dan pihak sekolah, karena yang disebut “gondrong” adalah sebuah persepsi. Ini sama seperti halnya “panas”. Yang panas buat saya belum tentu panas buat orang lain. Yang gondrong menurut orang A, belum tentu gondrong menurut orang B.

Sikap guru seperti ini perlu dikaji ulang, karena tidak ada manfaatnya sama sekali dari sisi pendidikan, dan hanya dilakukan oleh guru yang merasa bahwa dirinya adalah orang yang berkuasa, yang selalu boleh menentukan “benar” dan “salah” dan murid hanya perlu nurut saja dan setuju.
Kalau guru bilang “panas” tidak ada murid yang boleh mengatakan “dingin” dan pakai jaket. Guru sudah bicara. Persepsi guru selalu benar. Tugasnya murid hanya nurut dan membenarkan guru (dan menghafal semua jawaban yang “benar” tentu saja!). Dan kalau tidak mau, guru akan memaksakan kehendak terhadap murid.
Apakah itu yang disebut “pendidikan”?

Lalu murid2 itu lulus sekolah dan menjadi PNS, dan pada saat atasan mereka suruh ikut melakukan korupsi dengan memberikan tanda tangan pada laporan keuangan yang palsu.... sang pegawai NURUT SAJA, karena sudah diajarkan begitu di sekolah selama 12 tahun! Diam, nurut saja dengan yang berkuasa, jangan berani berbeda pendapat, jangan peduli pada yang benar dan salah, karena nanti akan dikasih tahu apa yang “benar” dan “salah” dan apa yang wajib dituruti oleh orang yang berkuasa (baik itu guru, maupun atasan di kantor nanti)!

Sekarang satu bangsa jadi rusak karena ada sikap seperti ini di dalam banyak (atau hampir semua?) sekolah secara nasional. Bagaimana kita bisa memajukan bangsa ini kalau para guru bukannya sibuk memikirkan daya pikir anak, dan bagaimana kita bisa menyediakan sistem pendidikan yang paling berkualitas di dunia, tetapi malah sibuk memikirkan urusan sepele seperti rambut?!?! Dan sekaligus mereka juga menyiapkan razia di sekolah untuk memaksakan semua murid nurut dengan pendapat guru tentang apa itu “gondrong” dan apa itu “rapi”!

Kasihan anak bangsa Indonesia!

By : Billy Muhammad Iqbal
Tamba kesel..
Terinspirasi..